Usep: Upaya ‘mensucikan’ kembali Jokowi
Peneliti senior Populi Center Usep S. Ahyar berpendapat senada. Usep mengatakan, syarat yang diberikan PDIP kepada Jokowi untuk menemui para pengurus ranting PDIP sebelum menemui Megawati adalah upaya untuk 'mensucikan' kembali Jokowi agar bisa masuk partai banteng.
Menurut Usep, PDIP adalah partai yang amat terstruktur dalam menjalankan operasional. Sehingga, kalau menyakiti Ketua Umum mereka sama saja menyakiti semuanya.
"Artinya ini mesti dilakukan dari bawah dulu sebelum naik ke atas," ujarnya.
Koordinator stad khusus presiden, Ari Dwipayana dan Menteri Sekretaris Negara, Pratikno belum menjawab pesan konfirmasi Tempo ihwal syarat yang diberikan PDIP kepada Jokowi untuk bertemu Megawati.
Pesan konfirmasi yang dikirimkan melalui nomor WhatsApp tersebut hanya menunjukkan notifikasi terkirim hingga laporan ini dipublikasikan.
Sebelumnya, Politikus PDIP Deddy Sitorus mengatakan Jokowi mesti menemui pengurus anak ranting PDIP sebelum menemui Ketua Umum PDIP. Menurutnya, anak ranting inilah yang paling kecewa dengan tindakan Jokowi. Maka dari itu, Jokowi mesti menemui mereka agar mawas diri sebagai kader PDIP.
"Jokowi tanpa anak ranting PDIP tidak mungkin bisa seperti yang sekarang,” kata Deddy melalui pesan singkat, Sabtu, 13 April 2024.
Deddy juga merespons sinis rencana Jokowi untuk bertemu Megawati. Menurut dia, Jokowi nyaris mustahil memiliki keberanian untuk bersilaturahmi dengan Megawati setelah catatan abuse of power yang dilakukan oleh Jokowi. Bahkan, ia menyebut wacana tersebut hanya gimik politik di tengah suasana Idul Fitri.
"Sama seperti statement Gibran yang ingin bersilaturahmi dengan Mas Ganjar. Menurut saya konteksnya hanya gimik,” kata Deddy.
Syarat bertemu anak ranting ini sebelumnya disampaikan pula oleh Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto. Hasto mensyaratkan agar Jokowi bertemu dengan anak ranting PDIP dulu sebelum menemui Megawati.
"Biar bertemu dengan anak ranting dulu, karena mereka juga jadi benteng bagi Ibu Megawati Soekarnoputri. Bukan persoalan karena PDI Perjuangan, tetapi lebih karena bagaimana pemilu 2024," kata Hasto, Jumat, 12 April 2024.
ANDI ADAM FATURAHMAN | EKA YUDHA SAPUTRA
KETEGANGAN hubungan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri dengan Presiden Joko Widodo mulai mengemuka menjelang Pemilihan Umum 2024. Keduanya berbeda sikap politik dalam pemilihan presiden. Megawati mendukung Ganjar Pranowo-Mahfud Md. sebagai calon presiden dan wakil presiden. Namun Jokowi yang merupakan kader PDIP justru mendukung putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, sebagai calon wakil presiden yang mendampingi Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Sejak saat itu, kedua tokoh tersebut tidak lagi bertemu secara langsung. Pertemuan terakhir Megawati dengan Jokowi yang tercatat terjadi saat rapat kerja nasional PDI Perjuangan di JIExpo, Jakarta Pusat, pada September 2023. Namun, meski hadir dalam acara yang sama, keduanya dikabarkan tidak akur. Megawati disebut-sebut telah mendengar kabar tentang manuver Jokowi untuk menduetkan Prabowo dengan Gibran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rencana tersebut betul-betul terealisasi setelah Mahkamah Konstitusi mengabulkan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu yang mengatur syarat batas usia pencalonan presiden. Awalnya pasal ini mengatur batas usia minimal calon presiden dan wakil presiden adalah 40 tahun. Namun MK mengubahnya menjadi "berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah”.
Sejak saat itu, Megawati dan PDIP berseberangan jalan dengan Jokowi. Jokowi tidak pernah terang-terangan menyatakan dukungan untuk Prabowo-Gibran. Namun berbagai kebijakan pemerintahan Jokowi disebut-sebut untuk memenangi Prabowo-Gibran, seperti bantuan sosial dan bantuan bahan pokok yang gencar disalurkan pada masa kampanye pemilihan presiden. Prabowo-Gibran memenangi pemilihan presiden. Mereka mengalahkan dua rivalnya, Ganjar-Mahfud dan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.
Elite PDIP berkali-kali mengatakan Jokowi ataupun Gibran bukan lagi bagian dari partai berlambang banteng dengan moncong putih ini. Namun mereka tidak pernah secara terbuka mengatakan telah memecat Jokowi dan Gibran sebagai kader PDIP.
Presiden Jokowi, yang biasanya hadir dalam setiap agenda penting partai, tak diundang dalam Rapat Kerja Nasional V PDIP di Ancol, Jakarta, pada 24-26 Mei 2024. Dalam acara itu, Megawati bahkan menyinggung pemerintahan Jokowi dan pemilihan presiden.
Meski tanda-tanda ketegangan di antara keduanya sangat jelas, Megawati mengklaim hubungannya dengan Presiden Jokowi baik-baik saja. "Saya sama Presiden (Jokowi) baik-baik saja. Emangnya kenapa?" katanya dalam acara penyerahan duplikat bendera pusaka kepada semua kepala daerah di Balai Samudera, Jakarta, pada 5 Agustus 2024. Megawati mengatakan kabar renggangnya hubungan dia dengan Jokowi mencuat lantaran isu perpanjangan masa jabatan presiden ataupun masa jabatan presiden tiga periode. Megawati menolak agenda tersebut.
Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) mengatakan akan ke Jakarta. Jokowi mengatakan akan bertemu sahabat-sahabatnya di Jakarta.
Jokowi mengunggah video di akun Instagram @jokowi saat dirinya berada di Bandara Adi Soemarmo, Solo, sebelum terbang ke Jakarta. Dalam video, ditunjukkan momen Jokowi salat Jumat di area Bandara Adi Soemarmo.
"Sebelum ke Jakarta untuk bertemu para sahabat, saya dan rekan-rekan salat Jumat di Bandara Adi Soemarmo, menyesuaikan jadwal keberangkatan pesawat," tulis Jokowi, Jumat (6/12/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jokowi terlihat mengenakan kemeja putih, celana panjang hitam, dan sepatu hitam-putih. Dia terlihat dikawal sejumlah anggota Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres).
Dalam unggahan tersebut, terlihat Jokowi menumpangi pesawat komersial. Pesawat itu lalu tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten.
"Semoga perjalanan ini membawa kebaikan dan pertemuan dengan para sahabat semakin menguatkan ukhuwah," ujarnya.
Dikabarkan, salah satu sahabat yang akan ditemui Jokowi ialah Presiden Prabowo Subianto.
Simak juga Video 'Dasco soal Peluang Jokowi Gabung Gerindra: Belum Pernah Dibahas':
[Gambas:Video 20detik]
Agung Baskoro: Hukuman politik
Direktur Trias Politika Strategis Agung Baskoro mengatakan, syarat yang disampaikan PDIP kepada Jokowi untuk bertemu Megawati menjadi tanda kemarahan partai banteng terhadap bekas Gubernur DKI Jakarta itu.
"Ini adalah hukuman politik bagi kader yang dinilai melakukan pelanggaran berat," kata Agung saat dihubungi, Ahad, 14 April 2024.
Menurut Agung, pertemuan antara Jokowi dan Megawati sulit teralisasi melihat reaksi kader partai banteng yang telah kecewa dengan sikap presiden. Hubungan antara Jokowi dan Megawati, kata dia, justru berpotensi amat besar memburuk, bahkan setelah Jokowi menanggalkan jabatannya sebagai Presiden.
Jika Jokowi masih ingin bertemu Megawati, kata Agung, maka presiden mesti memenuhi syarat untuk menemui kader PDIP dari tingkat ranting terlebih dulu.
"Jokowi mesti memenuhi syarat yang dimintakan agar hubungannya dengan Megawati dan PDIP tetap terjaga," ujarnya. "Ini bukan degradasi politik. Mesti dilakukan karena yang tersakiti bukan hanya Megawati saja, tapi keseluruhan PDIP."
PDIP tetap kawal Jokowi
Di tempat berbeda, Hasto mengakui PDIP dan Presiden Joko Widodo mempunyai pilihan yang berbeda di Pilpres 2024. Hasto mengatakan PDIP mendukung pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Pernyataan itu disampaikan Hasto saat menghadiri Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) PDIP NTB, 11 November lalu.
Namun, Hasto menegaskan partainya tetap akan bersikap profesional dalam kabinet Jokowi. Hasto mengatakan PDIP tak akan menarik para kadernya yang menjadi menteri.
Hasto memastikan PDIP akan tetap mengawal Jokowi hingga akhir pemerintahan pada Oktober 2024.
"Kami punya pilihan yang berbeda. Kami bergerak karena Pak Ganjar-Prof Mahfud bukan hanya sekadar pemimpin yang bersih jujur dan berpengalaman, tapi juga penegakan hukum di atas prinsip-prinsip keadilan, hukum yang tidak dimanipulasi untuk kepentingan keluarga," ucap Hasto.
Dalam wawancara khusus dengan CNN Indonesia TV, Ganjar Pranowo mengatakan bahwa Jokowi memang sempat mendukung dirinya. Namun, Ganjar menilai pernyataan Jokowi belakangan berubah, dan memilih bersikap netral.
"Awalnya Pak Jokowi mendukung saya dari awal. Sampai dengan Rakernas beliau masih menunjukkan statement itu. Terus kemudian terakhir ada statement, oh sepertinya beliau menuju ruang netral," kata Ganjar dalam wawancara di program Special Interview CNN Indonesia TV, 31 Oktober 2023 lalu.
Ketua DPP PDIP Puan Maharani menyatakan sampai saat ini Presiden Joko Widodo masih berstatus sebagai kader PDIP. Menurutnya, belum ada keputusan lain dari partai.
"Pak Jokowi merupakan Presiden dari PDIP yang kemarin kami usung dan kami dukung. Jadi posisi sampai hari ini masih seperti itu," kata Puan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (20/11).
Baca halaman berikutnya: Hujan kritik dari PDIP.
Setelah dinamika pencapresan usai, PDIP kerap kali melontarkan kritik terhadap kondisi pemerintahan Jokowi.
Salah satunya datang dari Megawati langsung. Pada 12 November lalu, Megawati menanggapi sejumlah peristiwa yang terjadi di MK belakangan ini. Megawati menduga ada manipulasi hukum yang telah terjadi.
"Apa yang terjadi di Mahkamah Konstitusi akhir-akhir ini telah menyadarkan kita semua, bahwa berbagai manipulasi hukum kembali terjadi. Itu semua akibat praktik kekuasaan yang telah mengabaikan kebenaran hakiki, politik atas dasar nurani," ujar Megawati dalam pidatonya yang disiarkan lewat YouTube, Minggu (12/11).
Megawati kemudian mengenang momen pembentukan MK ketika masih menjabat presiden. Ia menyinggung pemilihan lokasi gedung MK yang berada di dekat Istana.
Menurutnya, kehendak rakyat melalui reformasi adalah perlawanan terhadap watak dan kultur pemerintahan yang kala itu sangat otoriter. Ia menyebut nepotisme, kolusi, dan korupsi lahir dari kultur otoriter dan sangat sentralistik tersebut.
"Apa yang terjadi saat ini mengingatkan saya ketika sebagai Presiden RI saat itu diperintahkan melalui perubahan ketiga UUD 1945 yang diatur dalam pasal 7b, pada 24 ayat 2, dan pasal 24 c tentang dibentuknya Mahkamah Konstitusi," kata Megawati.
Kejengkelan Megawati juga sempat dilontarkan di hadapan ribuan relawan pendukung Pilpres 2024 Ganjar-Mahfud di JiExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat, 27 November lalu.
Mega menyampaikan pidato dengan penuh emosional selama hampir satu jam. Dia mengaku kesal dengan dinamika politik menjelang masa kampanye yang dimulai Selasa (28/11).
Mega menyebut penguasa saat ini bertindak seperti Orde Baru. Dia mengatakan itu dengan nada menggebu-gebu.
"Mestinya Ibu enggak perlu ngomong gitu, tapi sudah jengkel. Karena apa, Republik ini penuh dengan pengorbanan, tahu tidak? Mengapa sekarang kalian yang baru berkuasa itu mau bertindak seperti waktu zaman Orde Baru," kata Mega.
Mega juga mengaku sudah tak tahan lagi dengan sejumlah laporan praktik intimidasi dan intervensi yang terjadi jelang masa kampanye Pilpres 2024.
"Aturan mbok diikuti ya, jangan dilanggar-langgar. Kalau nanti bener disemprit, ternyata kalian juga maling, haduh gawat," kata Mega.
Jokowi pada kesempatan terpisah hanya tersenyum dan menyatakan enggan menanggapi pernyataan Megawati tersebut.
Tak hanya Megawati, Ganjar dalam beberapa waktu terakhir kerap melontarkan kritik keras kepada pemerintahan Presiden Jokowi. Terakhir, ia memberi nilai jeblok untuk penegakan hukum era Jokowi imbas putusan MK soal usia capres-cawapres.
Capres nomor urut tiga ini memberikan nilai 5 dari skala penilaian 1 hingga 10 tentang berapa rapor pemerintah Jokowi dalam bidang hukum.
"Dengan adanya kasus di MK nilainya jeblok. Karena dengan kejadian itu, persepsi publik hari ini jadi berbeda, yang kemarin kelihatan tegas, hari ini dengan kejadian-kejadian terakhir jadi tidak demikian. Maka niainya jeblok," kata Ganjar di acara sarasehan nasional IKA UNM, 18 November lalu.
Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana membantah ada keretakan hubungan antara Presiden Jokowi dan Megawati. Ia mengatakan hubungan keduanya baik-baik saja.
"Ya, baik-baik saja lah, ya kan, tidak ada masalah," kata Ari di Istana Negara, Jakarta, Jumat (1/12).
"Itu kan domainnya Ibu Mega. Saya kira Pak Presiden (Jokowi) tidak komentar," tambah dia.
Menariknya, kabar hoaks menyebutkan Indonesia ditolak hadir oleh negara-negara anggota APEC karena kebijakan hilirisasi yang ditempuhnya, yang membuat kerugian ekonomi bagi sejumlah negara maju dan adikuasa seperti AS, Kanada, Australia, dan Korea Selatan.
Apa motif dibalik wacana pertemuan Jokowi-Megawati?
Sumber gambar, Getty Images
Lalu muncul pertanyaan, apa motif politik di balik munculnya isu-isu yang menyebut Jokowi ingin bertemu dengan Megawati?
Firman Noor mengatakan, wacana pertemuan Jokowi dan Megawati itu memunculkan analisis sebagai upaya dari paslon Prabowo-Gibran untuk mendapatkan lebih banyak dukungan, apalagi kemungkinan mereka untuk menang satu putaran semakin sulit.
“Performa nomor dua dari debat-debat bukan semakin meyakinkan, tapi membuat orang jadi netral atau beralih ke paslon lain. Ini harus dicari jalan keluarnya, salah satunya adalah dukungan dari Megawati,” kata Firman.
Di sisi lain, kata Firman, paslon Anies-Cak Imin dan Ganjar-Mahfud memiliki tren fluktuatif, yang mungkin akan naik dan juga turun.
Senada dengan itu, Pangi Syarwi dari Voxpol Center melihat wacana ini juga menunjukkan adanya kekhawatiran dari Jokowi jika PDI Perjuangan bergabung dengan Anies di putaran kedua.
“Ini opsi alternatif kalau seandainya Prabowo tidak bisa satu putaran maka Jokowi sangat berharap jangan sampai PDIP berkoalisi dengan kubu Amin. Jika bergabung dan menjadikan Jokowi musuh bersama, bisa belepotan, repot karena mesin-mesin partai pendukung mereka ini kuat-kuat,” katanya.
Pangi melihat, putaran kedua akan menjadi tahap yang berat bagi Prabowo-Gibran.
Pertama katanya karena partai pengusung Prabowo-Gibran, seperti Golkar dan PAN, cenderung setengah hati mendukung capres dan cawapresnya dalam berkampanye.
“Buktinya caleg-caleg mereka yang pasang foto Prabowo-Gibran tidak banyak, hanya Gerindra saja. Sementara di putaran kedua orang tidak lagi memilih partai, orang pilih figur,” kata Pangi.
“Kalau partai dan mesinnya tidak solid mendukung di putaran kedua itu akan berbahaya, ditambah lagi gagasan akan semakin kering, kehilangan narasi, dan keuangan habis."
“Itu mengapa paslon nomor dua tidak percaya diri di putaran kedua. Tapi kalau nomor satu dan tiga bersatu, nafasnya masih dan mungkin akan semakin kuat, ditambah mesin partai yang konsisten bekerja,” katanya.
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno menilai sikap Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ke Presiden Joko Widodo atau Jokowi tidak bakal melunak imbas persaingan di Pilpres 2024. Meski belakangan wacana pertemuan Jokowi dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri kembali muncul, ia menganggap sulit dicarikan titik sambung kedua tokoh.
“Praktis setelah Pemilu sangat terlihat PDIP menutup pintu Jokowi kembali ke PDIP,” kata Adi saat dihubungi pada Jumat, 12 April 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Presiden, yang secara formal masih merupakan kader PDIP, disebut-sebut pecah kongsi dengan partainya akibat perbedaan pilihan politik di Pilpres 2024. Putra Jokowi - Gibran Rakabuming Raka, menjadi cawapres Prabowo Subianto. Sementara PDIP mengusung eks Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagai calon presiden.
PDIP dalam berbagai kesempatan mempersoalkan dugaan keterlibatan Jokowi memenangkan Prabowo-Gibran mulai dari putusan Mahkamah Konstitusi mengenai batas usia capres-cawapres hingga politisasi program pemerintah seperti bantuan sosial.
Di tengah keadaan ini, Jokowi dan Mega belum bertemu dalam momen Idul Fitri 1445 Hijriah yang jatuh pada Rabu, 10 April 2024. Pada tahun lalu, Jokowi dan Megawati bertemu hampir satu pekan setelah Hari Lebaran.
Presiden Jokowi menggelar open house atau gelar griya untuk publik Idul Fitri di Istana Negara pada Rabu, 10 April 2024. Pada hari yang sama Megawati menerima sejumlah tamu terbatas di kediamannya, kawasan Menteng, Jakarta Pusat.
Adi Prayitno menyoroti dua acara terpisah yang digelar Mega dan Jokowi. Tidak ada persamuhan keduanya di hari Lebaran dianggap momen langka. “Itu artinya Jokowi dan Megawati sudah end, wassalam hubungan politiknya.”
Istana Kepresidenan sebelumnya menyatakan Presiden Jokowi sangat terbuka bersilaturahmi dengan siapa saja, termasuk Megawati Sukarnoputri. Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana menilai bulan Syawal adalah bulan yang paling tepat untuk mempererat silaturahmi.
“Terkait silaturahmi dengan Ibu Megawati sedang dicarikan waktu yang tepat,” kata Ari dalam pesan singkat kepada Tempo pada Jumat, 12 April 2024.
Menanggapi wacana pertemuan Jokowi dan Megawati dalam suasana Lebaran, Bendahara Umum PDIP Olly Dondokambey mengatakan silaturahmi merupakan budaya orang timur. "Politik sangat dinamis," kata dia dalam pesan singkat kepada Tempo pada Jumat, 12 April 2024.
Ketika ditanya melalui aplikasi perpesanan pada Jumat, Olly tidak menjawab apakah Jokowi dan Megawati akan bertemu dalam waktu dekat. Sementara Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto belum segera membalas pesan yang dikirim pada Jumat.
Putaran kedua, mungkinkan PDI Perjuangan merapat ke Prabowo?
Sumber gambar, ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Jika diasumsikan bahwa paslon Anies-Cak Imin dan Prabowo-Gibran lolos ke putaran kedua, sementara Ganjar-Mahfud kalah, Cecep melihat kemungkinan PDI Perjuangan memberikan dukungannya ke Prabowo-Gibran dalam putaran kedua sangat kecil.
”Hanya satu yang membuka pintu itu, jika PDIP realistis atau pragmatis, mengesampingkan ‘dosa dan pengkhianatan’ Jokowi demi kekuasaan. Tapi melihat kondisi emosional yang terbentuk itu amat sangat sukar,” kata Cecep, ditambah lagi adanya Partai Demokrat yang mendukung Prabowo.
Pangi Syarwi dari Voxpol Center lantas melihat kemungkinan besar yang muncul adalah dukungan PDI Perjuangan akan mengalir ke Anies-Cak Imin.
”Karena mereka memiliki musuh bersama, nasib sama, menghadapi kesulitan kampanye yang sama, dan harus bersatu untuk menjadi lawan tanding yang sebanding,” kata Pangi.
Lalu bagaimana jika yang lolos ke putaran kedua adalah Ganjar-Mahfud dan Prabowo-Gibran? Cecep melihat kemungkinan partai pendukung dari paslon nomor satu akan pecah.
”Nomor satu itu partai pendukungnya saya lihat tidak solid. Misal secara elit, Surya Paloh dari Nasdem cenderung ke nomor dua."
"Sedangkan PKS karena ada Partai Gelora kemungkinan akan ke nomor tiga atau tidak mendukung. Lalu dukungan PKB mungkin akan ke nomor tiga,” kata Cecep.
TEMPO.CO, Jakarta - Rencana Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk bertemu Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri memantik perhatian publik.
Pasalnya, hubungan Megawati dan Jokowi dinilai memanas sejak dimulainya pemilihan presiden dan wakil presiden atau Pilpres 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bekas Wali Kota Solo itu dinilai melakukan manuver terhadap PDIP dengan merestui putra sulungnya, yaitu Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden untuk mendampingi Prabowo Subianto. Sementara Megawati telah mengusung Ganjar Pranowo sebagai calon presiden dari PDIP.
Setelah hubungan keduanya dinilai merenggang, baru-baru ini berhembus wacana Jokowi ingin bersilaturahmi dengan Megawati. Namun, partai banteng bereaksi dan mensyaratkan Jokowi menemui pengurus ranting PDIP sebelum menemui Megawati.
Lantas, bagaimana para pengamat politik menilai peluang pertemuan antara Presiden Jokowi dan Megawati? Dapatkah keduanya bertemu pasca-Pilpres 2024? Berikut pernyataan para pengamat politik yang dikutip dari Tempo.
Mungkinkah hubungan Jokowi dan Megawati membaik?
Sumber gambar, ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Lalu mungkinkan hubungan mereka membaik, terjalin pertemuan antar keduanya, atau bahkan mereka kembali bersatu dalam pilpres 2024?
Cecep Hidayat melihat itu sebagai sesuatu yang sulit untuk terjadi.
“Megawati kerap terbawa emosional dalam pengambilan keputusan. Seperti relasi dia dengan SBY, yang menikung di Pilpres 2004, membuat relasi PDIP dengan Demokrat tidak baik sampai sekarang misalnya,” kata Cecep.
Senada, peneliti senior pusat riset politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Firman Noor melihat Megawati sebagai tokoh politik yang konsisten atas pilihan politik yang diambilnya.
Selain ‘perang dingin’ dengan SBY yang berlangsung selama belasan tahun, Firman mengatakan, Megawati juga konsisten melawan rezim Orde Baru, sampai terjadi peristiwa penyerangan kantor PDI pada 27 Juli 1996, dikenal dengan Kudatuli.
“Berkaca dari itu,tidak mudah untuk Megawati memaafkan Jokowi karena PDIP adalah yang paling dikecewakan oleh manuver Jokowi. Bagaimanapun Jokowi sudah mengkhianati partainya,” kata Firman.
Pilpres 2024: ‘Jokowi minta bertemu Megawati‘, mungkinkah mereka akan berkoalisi di putaran kedua?
Sumber gambar, ANTARA FOTO/Monang
Presiden Joko Widodo dikabarkan ingin bertemu dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Wacana itu disinyalir pengamat politik sebagai bentuk kehendak Jokowi untuk merangkul Megawati karena pemilihan presiden (pilpres) disebut kemungkinan besar akan berlangsung dua putaran.
Direktur Eksekutif Voxpol Center Research & Consulting Pangi Syarwi Chaniago melihat adanya kekhawatiran dari Jokowi jika PDI Perjuangan bergabung dengan kubu Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (Cak Imin) jika berlangsung putaran kedua.
“Mungkin Pak Jokowi sudah berpikir opsi alternatif seandainya Prabowo-Gibran yang dia dukung tidak bisa satu putaran, yaitu berharap agar jangan sampai PDIP berkoalisi dengan kubu Amin, tapi bergabung ke koalisi Prabowo,“ kata Pangi kepada BBC News Indonesia, Selasa (23/01).
Dalam beberapa survei terakhir elektabilitas pasangan Prabowo-Gibran terlihat belum menembus 50%, sebagai syarat satu putaran. Di sisi lain dukungan kepada Anies-Cak Imin dan Ganjar-Mahfud cenderung fluktuatif.
Namun, upaya untuk menggaet dukungan dari Megawati bukanlah langkah yang mudah, di tengah apa yang disebut pengamat politik dari Universitas Indonesia Cecep Hidayat “dosa-dosa politik Jokowi ke PDIP“.
Lalu, bagaimana peta politik yang akan terjadi jika pilpres berlangsung ke putaran kedua, apakah Megawati akan rujuk dengan Jokowi dan mendukung Prabowo-Gibran di putaran kedua?
Ataukah Megawati akan menyatukan kekuatan mendukung Anies-Cak Imin untuk mengalahkan Prabowo-Gibran?
Jokowi dan Megawati pasca-2024
Setelah Jokowi mengakhiri tugasnya pada tahun depan, di mana posisi yang tepat dan pas baginya sebagai mantan presiden ke-7 RI? Jadi apakah seorang Jokowi nanti? Apakah ia tidak menghendaki harus menjadi ”apa dan siapa-siapa” seperti apa yang ia pernah utarakan beberapa waktu lalu?
Saat ditanya wartawan jika ia selesai menjalankan tugasnya pada Oktober 2024, Jokowi menjawab ia akan undur diri dan kembali ke kota asalnya, Solo, sebagai warga negara biasa.
Dari sudut pandang penulis, dengan melihat tantangan geostrategis masa datang dan relasinya dengan banyak tokoh, sejumlah kalangan dan wong cilik di mana pun selama ia menjabat sepuluh tahun menjadi presiden, kepala pemerintahan, dan kepala negara, Jokowi dibutuhkan untuk tetap berada dalam lingkar kekuasaan dan pemerintahan. Bukan sebagai presiden, melainkan paling tidak Jokowi harus menjadi ketua umum sebuah partai politik.
Mengingat pemikiran dan pengalamannya yang tentu masih sangat dan sangat dibutuhkan oleh bangsa dan negara ini, hal itu perlu dipertimbangkan. Namun, mungkinkah Jokowi dapat meneruskan estafet kepemimpinan di sebuah parpol yang menjadi pendukung pemerintah selama ini?
Jawabannya adalah, apakah ada jaminan pasca-Pemilu 2024, Megawati Soekarnoputri masih tetap menjadi ketua umum PDI Perjuangan (PDI-P)? Mengingat usianya tidak muda lagi—pada 23 Januari 2024, usia Megawati akan mencapai 77 tahun—tentu kita harus memikirkan bilamana Adis —begitu penulis kerap menyapa Megawati sejak kecil—tidak lagi menjadi ketua umum PDI-P.
Bilamana seperti itu, apakah tak mungkin Jokowi meneruskan estafet kepemimpinan di PDI-P sebagai ketua umum PDI-P dan Megawati menjadi ketua dewan pembinanya?
Bakal calon presiden PDIP Ganjar Pranowo, Presiden Joko Widodo, dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri (dari kiri ke kanan) duduk bersama dalam acara pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IV PDIP di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta, Jumat (29/9/2023). KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO 29-9-2023
Mengapa bukan kader atau pengurus atau tokoh senior di Dewan Pimpinan Pusat PDI-P lainnya yang memimpin PDI-P karena selama ini mereka notabene adalah kader militan dan ”anak-anak ideologis” Bung Karno di PDI-P?
Jawabannya, Jokowi pun anak ideologis Bung Karno karena selama sepuluh tahun menjadi wali kota Solo, dua tahun lebih menjadi gubernur DKI Jakarta, dan nanti sepuluh tahun menjadi presiden RI— yang berarti selama 22 tahun di pemerintahan—Jokowi konsisten melaksanakan ide-ide Bung Karno.
Langkah Jokowi untuk dapat menjadi ketua umum PDI-P ini sangat dimungkinkan dan sudah barang tentu hal ini kalau mau dilakukan harus diputuskan melalui suatu kongres luar biasa PDI-P yang benar-benar demokratis. Dalam hal ini, jika nanti disetujui Megawati akan menjadi ketua dewan pembina, dapat saja kepada Megawati diberikan lagi hak prerogatif layaknya sebelumnya.
Masalahnya adalah, apakah Megawati, Jokowi, dan partai mau?
Baca juga : Jokowi Minta Ganjar Langsung Jalankan Konsep Kedaulatan Pangan Seusai Dilantik
Guntur Soekarno Putra, Sulung Presiden Ke-1 RI, Ketua Dewan Ideologi DPP Persatuan Alumni GMNI
Benarkah Jokowi ingin bertemu Megawati?
Sumber gambar, Getty Images
Presiden Joko Widodo mengirimkan karangan bunga untuk Megawati yang berulang tahun ke 77 pada Selasa (23/01).
Karangan bunga yang terdiri dari anggrek bulan berwarna ungu, mawar putih, lili, dan baby breath tiba di kediaman Megawati di Jalan Teuku Umar, Jakarta pada Selasa siang.
Di balik karangan bunga itu beredar juga kabar yang menyebutkan adanya keinginan Jokowi untuk bertemu dengan Megawati.
Wacana itu pun mendapatkan respon dari beragam pihak. Capres nomor urut tiga Ganjar Pranowo mengatakan sebaiknya kedua tokoh itu untuk bertemu.
"Yo enggak masalah, tinggal beliau berdua saja. Wong biasanya beliau berdua-berdua dulu sering temu-temuan kok. Mungkin kalau sekarang nggak pernah ketemu. Justru kita bertanya-tanya, kok nggak pernah ketemu ya? Mbok ketemu," kata Ganjar di Lampung (22/01)
Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto juga buka suara, bahkan menyebut ”ada sesuatu” di balik isu itu.
"Ya kalau seseorang sebelumnya kalau bertemu dengan ibu kan selalu terbuka… Ketika untuk bertemu ibu kemudian harus disampaikan ke media, itu kan artinya ada sesuatu," kata Hasto di Bandung, Minggu (21/01).
Sementara itu, pihak Istana membantah narasi yang beredar itu. Koordinator Stafsus Presiden Ari Dwipayana mengaku belum mendapatkan informasi adanya penjajakan pertemuan Jokowi dan Megawati.
"Terkait narasi yang dikembangkan seolah-olah ada permintaan dari Bapak Presiden untuk bertemu, apalagi dihubungkan dengan Pemilu 2024, itu sama sekali tidak benar," kata Ari Dwipayana di Jakarta, Senin (22/01).